Permintaan Maaf di Pesta Pernikahanmu | M. Adlan AA

Illustrasi Oleh M. Ali Ma'ruf
Hei tan, tante.. eh mantan maksudku. Bagaimana pernikahanmu? Lancar? Maaf aku tak mungkin bisa datang. Aku benar-benar sedang disibukkan dengan suatu pekerjaan yang melelahkan. Move on.
Mulanya, aku berterimakasih karena kamu telah mengundangku untuk menghadiri pesta pernikahanmu. Yaaa.. Meskipun cuma undangan via facebook. Tapi setidaknya itu membuktikan bahwa kamu mengingatku, bahwa jelas kamu masih mengingatku, bahwa kamu tidak melupakanku, dan aku baper. Oke makasih.
Kemudian, di surat ini aku ingin mengucapkan beberapa permintaan maaf untukmu. Yang pertama, sungguh aku minta maaf jika pada malam pertamamu, bayangan wajahku mengganggu ibadahmu dengan suami. Permintaan maafku ini jelas bukan mengada-ada dan tanpa alasan. Aku sadar betul, sebagai mantanmu satu-satunya, aku nyaris sempurna. Ya, sempurna. Barangkali memang aku tak banyak memberikan luka kenangan untukmu, tapi aku yakin, kenangan yang sedikit itu justru mengkristal dan abadi di dalam hatimu. Jadi, kemungkinannya sangat besar ketika kamu melihat wajah suamimu, yang terbayang justru wajahku. Maka, aku juga berpesan padamu bahwa kamu harus benar-benar menjaga konsentrasimu di setiap waktu. Jangan sampai di sela tahajudmu dengan suami, kamu justru berdoa sembari sesenggukan agar bisa hidup rukun sakinah mawaddah warrahmah denganku. Ya kalau cari aman, aku sarankan kamu berdoanya pelan-pelan saja. Nanti jika ada kesalahan penyebutan nama dan lain sebagainya, rumah tanggamu tak akan goyah. Ingat, salah nama bisa sangat menjadi berbahaya lho ya.. Eh, beneran masih ingat nama lengkapku kan?
Kedua, aku meminta maaf jika di sela pertengkaranmu dengan suami, kamu teringat-ingat akan kesabaranku yang nyaris purna. Bukan, bukan aku mendo'akan agar kamu bertengkar dengan suamimu. Jangan salah paham. Tapi, yang namanya rumah tangga, sebagaimana yang kudengar dari cerita-cerita, kubaca dari buku-buku, dan kulihat dari sinetron-sinetron pastilah memiliki konflik. Entah besar, entah kecil. Kata orang, pertengkaran adalah bumbu-bumbu dalam berumah tangga. Jadi jangan heran kalau nanti ada sedikit pertengkaran di rumah tangga kalian. Nah, kamu juga harus maklum, orang itu bermacam-macam wataknya. Ya mana tau, kalau ternyata suamimu marahnya meledak-ledak. Suka menghardik dan semacamnya. Terus mendadak kamu jadi baper dan mengingat bagaimana hebatnya caraku mengalah di setiap pertengkaran manis kita semasa pacaran dulu. Kamu ingat kembali bagaimana aku tidak pernah berbicara dengan kasar apalagi membentak. Lalu, kamu ingat bagaimana aku tidak pernah mencubit apalagi memukulmu. Jika memang suatu saat kondsi itu hadir di kehidupanmu, kamu tidak perlu merasa salah memilih pasangan hidup dan merencanakan rujuk denganku. Jangan. Sabar saja dulu. Kecuali kalau memang sudah keterlaluan. Kamu masih ingat alamat lengkapku bukan? Aku belum pindah. Pindah hati.
Ketiga, aku lagi-lagi meminta maaf jika di sela penyeselanmu, kamu tak bisa mengekspresikan diri, lagi-lagi kamu ingat denganku. Aku tahu betul, kamu perempuan hebat. Memiliki daya semangat yang besar dalam diri. Memiliki segudang cita-cita yang ingin kamu wujudkan. Jika ternyata -ingat ya, setiap orang mempunyai wataknya masing-masing- suamimu termasuk jenis orang yang suka melarang perempuan mengekspresikan diri, menjadikan perempuan sebagai manusia sangkar, dan bahkan menuntutmu menjadi makmum dalam segala hal, maka jangan merasa bahwa hidupmu ‘sial’ –dan keberuntunganmu hanya ada ketika bersamaku-. Jangan pula gegara hal tersebut, lagi-lagi kamu mulai mengingatku. Mengingat-ingat kembali bagaimana aku memberimu kebebasan dalam berpikir, memberimu ruang diskusi dan mengungkapkan pendapat dalam mengahadapi masalah. Oh ya, tentu aku bukanlah produk orde baru yang otoriter di mana mahasiswa demo saja dibunuh. Aku akan selalu memperlakukanmu lebih dari sekedar sebagai perempuan biasa, tapi murni sebagai manusia dengan segala kesetaraannya. Bahkan jika sampai suamimu tak bisa sekedar memberi ruang untuk bertukar pikiran, kamu tetap tak boleh merasa bersedih dan mendakwa diri memiliki kesialan takdir.
Hei, bukankah kamu masih mengingat nomor handphoneku di luar kepala? Ah ya, tentu nomor handphoneku masih sama seperti yang dulu dan aku masih mau menemanimu bericara tentang kisah percintaan satre dan simon; pasangan yang hidup dalam harmony tanpa menikah. Barangkali kita bisa mengembangkan konsep mereka dengan cara hidup harmony berdua meski salah satu dari kita sudah menikah. Ah, tak perlu kejauhan lah ya.. cukup kamu bobok bareng curhat-curhat saja sebagai awalan. Jangan sungkan-sungkan lho... Siapa tahu keterusan, kan? Eh.


M Adlan AA
Mantan yang baik hati dan tidak sombong move on


0 Comments
Komentar

0 komentar:

Post a Comment