BERKURBAN DENGAN TIDAK IKHLAS | Ahmadi Gims



Mungkin, Tuhan dulu hanya sekedar ‘iseng’ menyuruh ibrahim menyembelih anaknya ismail lantas diganti tiba-tiba dengan kambing. Karena Tuhan lelah melihat manusia mengorbankan manusia. Akhirnya hal tersebut menjadi sebuah persembahan untuk sesuatu yang trensedental pada masa itu dan selanjutnya diganti dengan hewan sejak ibrahim melakuan hal itu. Tapi apa yang istimewa disana?

Membayangkan seorang anak kecil yang tanpa dosa terbaring diatas batu dan siap kehilangan nyawa. Siapa orang tua yang tega? Kalau saya yang disuruh, mungkin saya akan menolak perintah itu dengan ketakutan yang luar biasa karena menolak permintaan Tuhan. Biarlah saya masuk neraka, pun dunia tak sebaik yang dikira.

Saya hanya membayangkan iman macam apa yang dimiliki oleh ibrahim ini? Manuisa macam apa dia yang hanya mendengar bisikan lewat mimpi lantas paginya membeleh anaknya. Sampai hati benar dia itu? Kierkegaard, pemikir denmark berkata bahwa iman ibrahim adalah sebuah iman yang percaya terhadap sesuatu yang absurd. Ibrahim adalah “ksatria iman”, ujarnya.

Dalam Qur’an digambarkan bagaimana ismail menyikapi perintah Tuhan kepada ayahnya, ia berkata “Bila ayah baringkan aku untuk jadi kurban, telungkupkan wajahku, jangan ayah letakan miring ke samping sebab aku khawatir, bila ayah melihat wajahku, rasa belas kasihan akan merasuki diri ayah, dan ayah batal melaksanakan perintah Allah”. Anjriittttt,, hati orang tua mana yang tak akan kelonjotan melihat kepasrahan macam itu. Jika aku ibrahim maka fix aku akan pilih masuk neraka dan memeluk anakku –untung aku ini Ahmade’ dan bukan Ibrahim-.

Berangkat dari kisah tersebut, setiap lebaran kurban saya selalu memikirkan apa saja yang sudah saya kurbankan demi sebuah ‘Iman’. Tapi apakah sebenarnya iman itu? Bisa tidak jika kita (aku dan kamu) yang telah berjalan bersama selama ini, dilandasi oleh iman akan suatu, sebuah kepercayaan bahwa saat kita memang bisa hidup selamanya bersama.  Atau anggaplah memang sesatu yang abstrak macam cinta itu adalah iman, lantas apa yang harus dikorbankan?

Mungkin kita hanya benar-benar sombong pada diri kita sendiri sehingga kita lupa bahwa untuk sebuah iman (cinta) kita harus berkorban dengan kehilangan macam Ibrahim. Tapi setelah semua daya dan upaya kita bersatu namun tetap gagal, akhirnya kita berkorban untuk saling kehilangan. Tapi aku masih memegang iman (cinta) seperti Ibrahim padamu. Bahwa sebenarnya aku bukan berkorban kehilanganmu, tapi aku hanya berkurban kehilangan sifat kewedusanmu. Aku sangat percaya ketika kau sudah menghilangkan sifat kewedusanmu dan menjadi manusia yang purna, kau akan kembali padaku seperti Ismail kembali kepelukan Ibrahim setelah tuhan menggantinya dengan kambing.

Ini bukan usahaku mengajak kau balen, bukan, tentu bukan. Aku hanya ingin kau mengajariku kepasrahanmu yang macam Ismail itu, hingga kau bisa benar benar lupa denganku.

Kepada siapapun kamu sekarang, semoga kau tak pernah percaya suara bisikan, karena jelas itu bukan dari tuhan. Semoga bahagia.


Dari aku yang telah mengkurbankanmu kepada orang lain dengan tidak Ihlas!!

Ahmadi Gims
Lelaki pejuang pengorbanan.
24 September 2015

0 Comments
Komentar

0 komentar:

Post a Comment