Mungkin, Tuhan dulu hanya sekedar ‘iseng’ menyuruh
ibrahim menyembelih anaknya ismail lantas diganti tiba-tiba dengan kambing.
Karena Tuhan lelah melihat manusia mengorbankan manusia. Akhirnya hal tersebut
menjadi sebuah persembahan untuk sesuatu yang trensedental pada masa itu dan
selanjutnya diganti dengan hewan sejak ibrahim melakuan hal itu. Tapi apa yang
istimewa disana?
Membayangkan seorang anak kecil yang tanpa dosa
terbaring diatas batu dan siap kehilangan nyawa. Siapa orang tua yang tega? Kalau
saya yang disuruh, mungkin saya akan menolak perintah itu dengan ketakutan yang
luar biasa karena menolak permintaan Tuhan. Biarlah saya masuk neraka, pun dunia
tak sebaik yang dikira.
Saya hanya membayangkan iman macam apa yang dimiliki
oleh ibrahim ini? Manuisa macam apa dia yang hanya mendengar bisikan lewat
mimpi lantas paginya membeleh
anaknya. Sampai hati benar dia itu? Kierkegaard, pemikir denmark berkata bahwa
iman ibrahim adalah sebuah iman yang percaya terhadap sesuatu yang absurd.
Ibrahim adalah “ksatria iman”, ujarnya.
Dalam Qur’an digambarkan bagaimana ismail menyikapi
perintah Tuhan kepada ayahnya, ia berkata “Bila ayah baringkan aku untuk jadi
kurban, telungkupkan wajahku, jangan ayah letakan miring ke samping sebab aku
khawatir, bila ayah melihat wajahku, rasa belas kasihan akan merasuki diri
ayah, dan ayah batal melaksanakan perintah Allah”. Anjriittttt,, hati orang tua
mana yang tak akan kelonjotan melihat kepasrahan macam itu. Jika aku ibrahim
maka fix aku akan pilih masuk neraka dan memeluk anakku –untung aku ini Ahmade’
dan bukan Ibrahim-.
Berangkat dari kisah tersebut, setiap lebaran kurban
saya selalu memikirkan apa saja yang sudah saya kurbankan demi sebuah ‘Iman’.
Tapi apakah sebenarnya iman itu? Bisa tidak jika kita (aku dan kamu) yang telah
berjalan bersama selama ini, dilandasi oleh iman akan suatu, sebuah kepercayaan
bahwa saat kita memang bisa hidup selamanya bersama. Atau anggaplah memang sesatu yang abstrak
macam cinta itu adalah iman, lantas apa yang harus dikorbankan?
Mungkin kita hanya benar-benar sombong pada diri
kita sendiri sehingga kita lupa bahwa untuk sebuah iman (cinta) kita harus berkorban
dengan kehilangan macam Ibrahim. Tapi setelah semua daya dan upaya kita bersatu
namun tetap gagal, akhirnya kita berkorban untuk saling kehilangan. Tapi aku
masih memegang iman (cinta) seperti Ibrahim padamu. Bahwa sebenarnya aku bukan berkorban
kehilanganmu, tapi aku hanya berkurban kehilangan sifat kewedusanmu. Aku sangat percaya ketika kau sudah menghilangkan
sifat kewedusanmu dan menjadi manusia
yang purna, kau akan kembali padaku seperti Ismail kembali kepelukan Ibrahim
setelah tuhan menggantinya dengan kambing.
Ini bukan usahaku mengajak kau balen, bukan, tentu
bukan. Aku hanya ingin kau mengajariku kepasrahanmu yang macam Ismail itu,
hingga kau bisa benar benar lupa denganku.
Kepada siapapun kamu sekarang, semoga kau tak pernah
percaya suara bisikan, karena jelas itu bukan dari tuhan. Semoga bahagia.
Dari aku yang telah mengkurbankanmu kepada orang
lain dengan tidak Ihlas!!
Ahmadi Gims
Lelaki pejuang pengorbanan.
24 September 2015