SELALU MEMPERHATIKAN STATUSMU | M Toyu Aradana, S.Sos.


Statusmu akhir-akhir ini sungguh amat mengejutkanku. Bagaimana tidak. Paska berakhirnya hubungan kita, yang kau tolak aku dengan segala teori. Pertama dari segi agama, iya setelah kau melakukan istikharah, seluruh keluargamu pun melakukan istikharah dan akhirnya hanyalah huruf-huruf yang bagaikan gergaji yang memotong-motong segala tubuhku. Iya, SIN (kau dapat bayangkan bagaimana sin itu menghadap ke atas, jika dibalik akan menjadi seperti gergaji). Semenjak itu aku semakin males untuk belajar tentang agama. Di saat aku membangun komitmen yang sesungguhnya. Aku pun sebenarnya tidak tahu apa makna dan fungsi SIN itu dalam kode etik peristikharaan. Kau pun mengajarinya. Okelah. Saat ini agama berpartisipasi, membantu, mendukung kegagalan harapanku. Okelah. Aku terlampau SIN untukmu dan masa depan hidupmu. Dan oleh sebab itu, aku tak bisa berdoa sebagaimana banyak orang yang diputuskan, digagalkan atau disia-siakan dengan doa “semoga ba.. bla.bla.bla.” tapi aku tak bisa berdoa.

Andai saja kita berbeda agama. Betapa akan semakin sulitnya aku untuk kau terima. Apakah karena aku biasa menyariskan waktu shalat dalam dua sholat, seperti contoh: ashar dilaksanakan menjelang maghrib. Dhuhur menjelang ashar dan ashar sekaligus. Tapi aku jujur tak pernah menunaikan shalat subuh menjelang dhuhur. Aku sangat jujur. Lalu karena aku biasa seperti itu, kau menyangka aku orang yang telat, orang yang tak bisa mengatur waktu, menunda-nunda waktu. Oh… (Jawab sendiri). kau memang selalu mengingatkanku untuk shalat ketika terdengar adzan. Lima kali sehari, seakan-akan peringatanmu mengatakan bahwa aku tak mendengar adzan. Padahal di kampungku adzan bermunculan dari segala arah. Dan di sebuah tempat mungkin kau merasa aneh jika waktu adzan ashar hampir bersamaan dengan “waktu pulangnya orang bekerja dari sawah?” kau pasti tak percaya itu. Orang adzan itu banyak macamnya, bahkan hp sudah bisa adzan. Lalu kau masih mengira aku tak memperhatikan waktu. Jika selama ini menuntunku untuk selalu menyempurnakan sebagian dari imanku dengan melamarmu sebagai bagian tak terpisahkan dalam hidupku, tapi akhirnya agama pulalah yang memaksaku menyadari bahwa aku terlampau SIN untukmu. Betapa SIN nya aku untukmu. Aku mesti berguru padamu untuk membersihkan SIN (Su’: Jelek!!!) dari diriku. Ajarilah aku!!! Tapi…

Semenjak itu, aku tetap setia membaca, menengok, dan terus-terusan memperhatikan statusmu. Terkadang kau mengutuk waktu yang tak mengizinkan kita untuk bersama, terkadang kau mengutuk dengkur yang terus-menerus meramaikan tidurmu sendiri. Kau mengusir sepi dengan terus memutar-mutar kenangan yang kau jadikan kaset hitam.

Aku sungguh terkejut dengan statusmu. Tak seperti biasanya kau tanpak lemah seperti ini. Kau tulis tentang darah yang mengalir dari ujung matamu. Iya, kau tak sanggup menahan air mata. Air mata bercucuran akibat kau merasa kutinggalkan tanpa kata, tanpa masalah pelik yang tak semestinya mengubah arah pandang kita. Memang tidak bermusuhan. Tapi paska kita memutuskan untuk menghentikan hubungan ini, semuanya terasa hambar, BBM-an, WA-an, LINE-an, FB-an.  Dari media social itu pula aku tahu tentang beratnya hatimu melepasku (cie-cie). Andai kau tak keterlaluan menolakku. Mungkin aku masih bisa memaafkan (cie-cie). Kau bahkan membawa agama. Sampai-sampai aku ingin menjadi atheis. Yang percaya sepenuhnya pada Tuhan dan diriku sendiri (piye maksute?).

Penolakanmu berbasis agama itu sungguh tak bisa kuterima. Mungkin itu sebentuk kaca bagiku. Mungkin aku terlalu buruk untukmu. Meski jarang ke masjid, meski aku jarang ke tempat-tempat ibadah yang begitu terkenal, seperti Borobudur. (Eh boro-boro). Tajmahal apalagi!! (karena memang mahal). Iya, aku memang jarang ke tempat-tempat mujarabah, seperti kuburan-kuburan keramat. Tapi, andai kau memberi kesempatan saat itu, kasihku untukmu seorang. Aku serius. Ah… Agama!!! Aku tak habis pikir!!! Aku sedang menahan air mata saat menulis ini. Dan statusmu tetap saja membuatku kangen. Sumpah. Foto-fotomu di facebook yang riang gembira semakin membuatku iri. Sebab kaulah wanita yang membuatku riang. Hahaha. Cielah.

Bagaimana bisa aku sanggup untuk melupakanmu, sedang senyummu semakin menawan, sedang senyummu semakin menggoda, sedang senyummu semakin membuat asyik kupandangi.

   Aku bingung untuk melanjutkan tulisan ini.

Terkadang statusmu memang ekstrim. Statusmu berbau kutukan dan seakan-akan semua ini hanya disebabkan oleh lelaki. Padahal bapak kita lelaki, kakek kita lelaki, paman kita lelaki, ibu kita perempuan, nenek kita perempuan, bibi kita perempuan. Untuk kawasan Indonesia, saya belum menemukan bahwa ibunya adalah seorang lelaki. Ada yang demikian??? Mestinya kau tak usah terlalu berlebihan mengutuk lelaki yang pernah kau cintai mati-matian, lalu kau campakkan dan mencampakkanmu, kemudian kamu mengutuknya dengan santai, atau dengan sadis.

Tapi, yang mengagumkan. Sampai sekarang kau setia dengan kesendirianmu. Aku menjadi bertanya-tanya. Ah… sudahlah. Mungkin Tuhan masih menggenggam jodohmu sehinggga jodohmu tersembunyi dalam genggaman Tuhan. Apakah aku masih setia dengan kesendirian? Oh… hahaha. Aku tergantung kemauanku donk!!! Aku bisa merebut dari tangan Tuhan. Hahaha…


Aku akan tetap membaca statusmu, melihat foto-fotomu dan akan mencibirmu jika masih jomblo hingga akhir hidupmu. Fotomu tetap menggodaku. Merangsang!!!

M Toyu Aradana, S.Sos.
Sarjana yang tak lulus dari masa lalu mantannya

21 September 2015

0 Comments
Komentar

0 komentar:

Post a Comment