"L'homme est condamné à être libre."
("Manusia dihukum untuk menjadi bebas")
(Jean Paul Sartre)
Hay Me...
Selamat ulang tahun. Kalau boleh tahu
yang keberapa? Ahh.. aku yakin kau rada malas menjawab pertanyaan basa-basiku
ini. Aku tahu semua tentang hidupmu. Aku tahu. Kali ini, ulang tahunmu yang
ke-duapuluh-sekian. Aku ingin mengajakmu berkeliling. Kamu suka traveling kan?
Oke. Aku berjanji akan mengajakmu ke luar negeri. Eropa kalau mungkin. Toh
sekarang kamu sudah bisa bahasa orang eropa sana kan. Jadi, rasa-rasanya satu
kendala sudah bisa teratasi.
Tapi kali ini, aku tidak mengajakmu kemana-kemana. Aku mengajakmu untuk membaca dirimu sendiri. Kamu harus setuju, karena kamu ulang tahun dan aku berniat untuk mengadakan pesta untukmu. Yaitu pesta membaca dirimu sendiri yang sedang kau lupakan. Sisi yang mana sedang kau simpan rapat. Banalitas, idealis kasarmu saat ini sedang kau kandangkan. Kebrutalanmu sedang kau jinakkan sedemikian rupa. Aku sedikit merasa sedih sebenarnya.
Tak perlu heran, kenapa aku tahu semua tentang dirimu. Nanti akan aku jelaskan siapa diriku. Meski kau mengenalku tapi kau tak benar-benar mengenalku, mengakui keberadaanku pun kau tidak. Aku selalu menjadi orang lain bagimu. Kau yang selalu melupa. Mencoba lupa.
Sudah pasti, ini adalah perayaan tersunyi ulang tahunmu selama ini. Ketika kecil berumur sepuluh kau sudah dibuatkan kue tart sebesar ban mobil. Ada lubang di tengahnya dan dua lilin kecil berdiri tegak dengan nyala api di ujungnya. Kue itu adalah buatan nenekmu tersayang bukan? Dia yang mampu membuatmu menangis sepanjang perjalanan ketika dia pulang ke sisi Tuhan. Aku turut berduka saat itu. Selain kue tart buatan nenek tercintamu, ibumu selalu rutin membuatkan bubur nasi berwarna hitam-putih ketika dimana hari kau berulang tahun. Itu rutin dilakukan ibumu sampai kau besar. Sampai kau tahu bahwa uang dua puluh ribu bisa untuk membelikan mie ayam teman-temanmu di pertigaan dekat rumah. Sejak saat itu, kau lebih memilih meminta uang dua puluh ribu tinimbang dibuatkan bubur nasi ibumu. Itulah kamu.
Sejak lulus sekolah dasar. Kau adalah manusia yang tak pernah berada di rumah untuk waktu yang lama. Sudah berapa tahun kau menjalani kehidupan jauh dari rumah? Lama sekali mungkin. Sampai sekarang hampir 10 tahun. Bahkan tetanggamu pun tidak tahu nama lengkapmu. Ada sebagian yang harus mengingat-ingat dahulu sebelum akhirnya bisa mengenalimu kembali.
Sejauh dari rumah itulah, beragam perayaan ulang tahun kau lakukan sendiri. Kau masih ingat, ketika kau sampai tidak berani keluar dari kamar mandi? Karena teman-temanmu sudah siap dengan seember air comberan, segayung cairan yang bau pesing, dan amunisi yang lain menunggumu keluar. Pernah sampai sehari, kau diguyur oleh karibmu beberapa kali. Hingga kau harus meminjam baju kawanmu. Di tahun-tahun berikutnya, kau tak kalah sengsara. Bagaimana rasanya diikat di pohon mangga. Lalu dilempari telur, air bau, dan hal-hal yang tak sewajarnya untuk disiramkan ke tubuh manusia. Saat itu mereka melakukannya kepadamu, menunggu mereka kelelahan, saat itulah baru berhenti. Dan kau jugalah yang pernah merasa dikurung di tong biru besar berjam-jam. Ya, itu semua karena kamu sedang ulang tahun saat itu. Dan kau bahagia setelah itu. Itulah anehnya dirimu.
Dan di akhir acara, selalu saja ada perempuan datang bak malaikat. Membawa seonggok roti. Ya, itu perempuan kesayanganmu saat itu kan? Aku berkata saat itu, toh sekarang kau pun sendirian. Sudahlah, tak perlu mengelak. Kau masih saja bertanya-tanya siapa diriku. Kenapa aku tahu semua tentangmu. Baiklah, jikalau kau memaksa.
Me, dengarkanlah baik-baik. Aku adalah dirimu. Semudah membalikkan dua mata koin. Yang kedua sisinya adalah kamu dan aku. Entah bergambar burung garuda atau angka besar tak jadi masalah. Itulah kita. Kau masih saja bingung? Begini saja, jika memakai pengandaian ini kau pasti lebih mudah faham. Kita bak dua pucuk pantat, yang tak pernah bertemu tetapi selalu berdampingan dimanapun dan kapanpun. Kau pernah melihat orang hanya mempunyai satu ujung pantat? Tidakkan? Begitulah kita.
Tapi aku adalah kebalikan dari dirimu senyatanya. Ketika kau benar-benar menjadi orang baik, aku adalah sisi jahatmu. Jika kau sedang marah pada apapun, kepada tuhan sekalipun, aku adalah sisi baiknya. Akulah yang patuh, ketika kau menolak untuk sekedar menunaikan sholat ataupun berpuasa. Akulah jiwa yang selalu bertolak belakang dengan dirimu. Itulah aku. Hey, kau jangan marah. Kau merasa aku begitu berkuasa atas dirimu? Tentu saja tidak. Kaulah yang punya kuasa penuh atas ketubuhan dan kedirianmu. Aku hanyalah sisi dirimu yang lain, yang cuma berfungsi untuk mendiskusikan hal-hal apa yang harus kita lakukan. Tapi tetap saja kau yang memutuskan.
Sekarang, ada yang sedikit banyak berubah darimu. Kau sekarang menjadi manusia yang sedikit patuh dan teratur. Akhir-akhir ini pun kita jarang berdebat, dari hal-hal remeh sekalipun. Entahlah, aku merasa perlahan diriku sudah tidak begitu diperlukan lagi olehmu. Seperti kataku di awal, aku adalah penyeimbang ketika kau lagi kacau dan aku adalah benarmu. Ketika kau lagi patuh dan taat, akulah yang menyulut api perlawanan di dirimu. Itulah aku.
Ah, sudahlah. Itu tidak penting. Yang terpenting sekarang adalah, kau ingat lagi kepadaku. Setelah aku mengucapkan selamat ulang tahun padamu. Buktinya, kau menolak ajakan karibmu untuk sekedar begadang di pinggir jalan, menyeduh kopi, menyulut rokok hingga tengah malam, sembari membicarakan hal temeh hingga menertawakan diri sendiri dan kehidupan. Malam ini kau benar-benar peduli denganku. Kau seduh kopimu sendiri, tak lupa menyalakan rokok yang kau biarkan habis ditiup angin. Sementara itu kau sibuk denganku, berbicara denganku. Aku adalah dirimu.
Kau mengerti benar bagaimana sifatku, begitu juga sebaliknya. Seharusnya Aku akan marah, karena semalaman kemarin kau menulis hampir dua puluh lembar untuk perempuan yang tak kunjung mencintaimu dan kau tak menyisakan waktu untukku. Tapi nyatanya Aku tidak demikian. Aku tidak marah. Sebab, Aku adalah pengejewantahan darimu. Dan malam ini aku dan kau adalah 'kita'.
Baiklah, tak usahlah kita perdebatkan lagi tentang kedirian kita masing-masing. Yang pasti, kita adalah satu tapi berbeda, indah bukan? Kau sekarang sudah jarang sekali menyulut rokok, dan menyerutup kopi. Itu sedikit membuatku bahagia, karena itu baik untuk kesehatanmu. Kau juga sekarang jarang begadang hingga malam hanya untuk mengobrol hal yang tak begitu penting. Ahh.. tapi kau juga jarang membaca buku sekarang. Oke, kau bisa mengelak bahwa sekarang kau sedang membaca Dunia Sophie dan Orang Asing. Boleh aku tanya? Satu minggu kau hanya membaca tak lebih dari lima puluh halaman. Ayolah, aku tahu kau terlampau sibuk, tapi pantang bagimu, bagiku, untuk berhenti membaca, setidaknya membaca diri sendiri. Aku yakin kau sepakat denganku.
Benar, kau terlalu sibuk. Sehingga butuh orang lain untuk mengingatkanmu bahwa kemarin adalah hari ulang tahunmu. Jangan senang dulu, jangan kira orang-orang yang memberimu ucapan selamat karena benar-benar ingat. Kau salah. Mereka juga ingat setelah diberitahu oleh si brengsek Facebook yang kita cintai. Terkecuali beberapa, ya beberapa perempuan yang pernah kau sakiti dan menyakitimu. Mereka masih peduli denganmu. Satu poin yang bisa dibanggakan untukmu!
Ya sudahlah. Tahun ini, tak ada yang memberimu kado ataupun sekedar bingkisan. Terima saja kenyataan ini. Tapi masih ada aku. Ayo kita rayakan ulang tahunmu semeriah dan senyata mungkin. Kau cukup membeli kue dan berikan saja kepada teman-temanmu. Meskipun mereka tak sadar bahwa kau sedang menunggu ucapan selamat dari mereka atau guyuran air comberan seperti sebelum-sebelumnya. Terima saja. Setelah itu, kau belilah kopi dan kawan-kawannya. Mari kita benamkan diri kita di kamar sepanjang hari, sembari memutar lagu-lagu sedih dan sendu. Mungkin bisa dimulai dengan Payung Teduh lagi.
"Tapi aku kagum pada daya tahanmu.
Pada caramu menikmati setiap kesempatan.
Pada kemampuanmu berdamai dengan dunia.
Pada kemampuanmu berdamai dengan diri sendiri.
Dan caramu merawat selimut dengan hati-hati."
(ws. Rendra)
Oh iya, selamat ulang tahun. Dariku. Dirimu yang lain.
Shidqi Ni'am
Pegiat Kesedihan Yang Ta'at.
04 September 2015