Tiba-tiba saja mencuri itu di halalkan oleh dirinya sendiri.
Padahal ia adalah seseorang yang sangat fanatik terkait hal-hal yang halal dan
haram. Seperti yang kalian ketahui semua. Tidak ada satu jenis mencuri pun yang
dihalalkan agama. Mencuri adalah akhlak tercela. Pelakunya akan mendapatkan
dosa. Jika itu dilakukan terus menerus maka dosa itu akan menggunung dan
menjadi tiket utama untuk masuk neraka. Nah ngeri kan, kok ia memutuskan
menjadi pencuri sih, kenapa?
Semua berawal dari status jomblonya. Seperti yang para jomblowers
alami, menyandang status jomblo adalah sesuatu yang mengerikan sekaligus
membanggakan. Mengerikan karena sebagian orang mengira hidup para jomblo itu flat,
nggak asik, dan menyedihkan (padahal sejatinya nggak kok, hanya sering lupa
hari saja, ini malam Minggu atau malam Jumat). Membanggakan karena menjadi
jomblo itu special. Para jomblowers
bisa memilih malam mingguan sama siapa saja –atau tidak malam mingguan dengan siapapun-.
Berdasarkan mitos yang beredar, kalau diantara kalian semua dapat
mencuri bunga melati sepasang pengantin, ia akan segera menikah alias
mengakhiri nasibnya sebagai jomblo. Nah ia terilhami mitos itu. Jika ia
mendapatkan undangan pernikahan dari kawannya, ia akan merasa sangat bahagia.
Harapan di dadanya mengembung. Ia akan segera menyusul teman-temannya di
pelaminan. Aksi mencuri bunga melati pengantin pun berlangsung.
Beberapa kali ia gagal melakukan aksinya. Terutama aksi pertama
yang dilakukannya. Mungkin karena ia grogi akan melakukan sebuah dosa yang tak
pernah ia lakukan. Ia gagal. Ia sedih. Namun ia bertekad akan melakukannya
lagi. Seiring berjalannya waktu bertambah pula jam terbangnya. Pada akhirnya ia menjadi pencuri yang handal.
Bertahun-tahun menjomblo. Entah karena tak ada yang melirik,
selalu ditolak atau selalu menolak, saya tidak tahu. Namun setelah menahun
menjomblo, menahun pula ia menjadi pencuri melati yang piawai. Hasilnya? Dosa
besar. Pasti malaikat sudah mencatat dosa-dosannya setiap kali ia menghadiri
pesta pernikahan. Ah, pada akhirnya harapan hanyalah sebuah harapan, kawan.
Sebenarnya, saya hanya kasihan sama bunga melati yang dicuri
olehnya. Bukan kasihan sama si pencuri atau sama pengantinnya. Seharusnya
melati itu dapat menjadi saksi kebahagiaan sang pengantin. Lha ini malah
terperangkap di saku atau dompet si pencuri itu. Menyatu dengan uang lusuhnya
dan se-abrek
catatan hutang di dompetnya. Betapa sial nasib bunga melati itu.
Mari kita bayangkan sejenak, betapa bahagianya bunga melati itu
terpilih menjadi bunga yang selalu wajib ada dalam sebuah perjalanan hidup
manusia yang sakral. Padahal di luar sana masih banyak bunga yang tak kalah
indah dan tak kalah wangi. Bunga melati pasti merasa berharga sekali. Dadanya
kembang kempis. Barangkali rasanya seperti terbang ke langit ke tujuh. Bangga. Tapi sayang ia harus bernasib malang gegara jomblo yang kepalang malang.
Nah, pada akhirnya saya punya dua kesimpulan. Pertama, mencuri
melati itu penting jika kamu sudah dapat mencuri hati pengantin, eh, mencuri
hati yang belum dicuri oleh hati orang lain maksudnya. Kedua, mencuri melati
itu tidak penting jika kamu tidak dapat mencuri hati seseorang yang belum
dicuri oleh orang lain atau sudah dicuri oleh orang lain. Semoga dosa para
pencuri melati itu segera diampuni. Amin.
Layla Badra Sundari
Pemerhati para pencuri melati yang tak pernah punya nyali mencuri melati.
Jogjakarta, 01 Oktober 2015