Di hari bapak sedunia
beberapa saat yang lalu, bapak Dub sedang sedih-sedihnya karena di usianya yang
harusnya sudah memliki 2 anak, beliau hanya bisa memelihara kumisnya agar tetap
tebal mempesona dengan harapan akan segera menemukan calon Nyonya Dub. Si Bapak
sudah kepalang bosan dengan kejombloannya yang makin menjadi-jadi. Ke sana ke mari
hanya mendapatkan momen yang makin merusak kewarasannya; romantisme pasangan
lain.
Dalam sehari, beliau
sangat rajin berdzikir menyebut kata-kata kotor setelah melihat pasangan lain
yang sedang bercanda dengan cemilan cubitan-cubitan mesrah si wanita kepada
pria-nya, atau sedang bermanja ria di pangkuan si pria dengan panggilan
kakanda. “Nggilani, cuih!!”. Ke-irian tak lagi terelakkan saat beliau sedang asyik
stalking IG si Ree mantan yang masih
dicintainya. Tak sengaja beliau melihat percakapan asyik Ree dengan pria
ganteng di kolom komentar salah satu
foto postingannya dengan obrolan khas pembuka jalan menuju pacaran.
“Wes!! Mati ae aku!!”,
sambil mengambil pisau yang sedang di arahkan ke urat nadinya dengan harapan
segera selesai dari penderitaan nasib asmaranya yang terlalu kejam. Namun Bapak
Dub mengurungkan niatnya karena takut dosa.
Bapak Dub berpikir
keras untuk solusi lain yang bisa mengantarnya pada sebuah titik kebahagiaan
nasib asmaranya. Alisnya bergoyang-goyang ke atas ke bawah sambil mengkerutkan
garis dahinya yang kelewat lebar. Tak mungkin dia terus hidup begini. Tak
mungkin dia masih melankolis setelah tahu bahwa bulu ketiaknya sudah panjang
menandakan semakin tuanya umur beliau dan menyadarkan bahwa Ree tak bisa lagi
dipaksakan menjadi sesosok Nyonya Dub.
“Aku harus mencari
wanita untuk ku jadikan pelarian. Toh perasaan sayang akan datang seiring
dengan waktu”, begitu pikirnya.
Akhirnya Bapak Dub
menjelma menjadi binatang buas yang sedang birahi-birahinya berburu betina
untuk dikawini. Segala bentuk persiapan berburu sudah disiapkannya, mulai dari
paket data internet, buku panduan gombal,
sampai minyak wangi dari dukun sebelah rumah
pun siap untuk menjadi penyokong mulusnya jalan si Bapak Dub ini.
Beliau mulai membabi
buta menyerang semua wanita yang dikenalnya di sosmed maupun secara langsung dengan
kata-kata puitis yang memabukkan. Beliau menjadi sangat murahan hati dengan
menyebar senyum yang menyilaukan. Giginya yang kuning mampu memancarkan kilatan
cahaya pendobrak hati wanita gila.
Setelah seleksi sepihak
yang terbilang cukup total itu, Bapak Dub mulai menetapkan pilihan pada satu
wanita yang paling cocok menjadi korbannya. Karena sejatinya, beliau hanya mau
berpasangan dengan satu wanita saja. Penyerangan acak yang dilakukannya tempo
hari hanya seleksi awal saja.
Kataknlah namanya Dek
Ning. Dek Ning ini cukup terbilang
cantik menawan yang kata banyak orang punya ‘senyum manis-manis jangan’. Entah apa cita-cita awal dari pencipta
julukan aneh tersebut, namun yang pasti Mbak Ning ini memang rupawan.
Singkat cerita mereka
sudah mulai bertukar pesan singkat. Bapak Dub mulai berani menguras isi
dompetnya untuk investasi asmara. Ia mulai merayu dek Ning dengan
kalimat-kalimat puitis menjijikkan.
“Kenapa mas Dub jadi makin perhatian
mas?”
“Karena aku mencintaimu Dek Ning”
“Loh kok bisa mas? Kan kita baru kenal
sebulan yang lalu? Lagian aku juga gak percaya sama kamu mas. Kamu kan sudah
sering gombalin wanita lain mas.”
Bapak Dub tersentak.
Beliau kaget dengan pernyataan dek Ning yang mengetahui apa yang sudah
dilakukannya beberapa hari ini. Namun Beliau tak mau kalah atau pun menyerah.
Beliau sudah mempersiapkan diri dari segala kemungkinan yang ada, termasuk
situasi seperti ini. Beliau langsung mengutip kata dari Vino dalam film
Malaikat Tanpa Sayap yang baru ditontonya beberapa hari yang lalu.
“Embun nggak perlu warna untuk membuat
daun jatuh cinta. Sama kayak aku, aku nggak punya alasan nggak jatuh cinta sama
kamu.”
“Alah aku tetep gak percaya mas. Mas
kan emang jago ngegombal, jadi aku yakin itu bukan datang langsung dari hatimu
mas. Aku gak mau salah pilih mas. Aku mau laki-laki yang bisa bener-bener
mencintaiku. Dan....”
Bapak Dub langsung
memeotong kalimat Dek Ning seraya berkata dengan lantang:
“Kalau kamu masih merasa aku ini orang yang akan menyesatkan masa
depanmu, aku berjanji akan menyesatkanmu pada jalan kebahagiaan Dek. Terus
tadi kamu mau ngomong dan apa?”
“...dan kamu jelek mas. Maaf aku gak
mau sama kamu.”
Lalu dek Ning berlari
meninggalkan bapak Dub yang masih melongo tak percaya akan nasibnya. Beliau
masih terdiam terpaku seakan tak percaya bahwa setelah semua pengorbanannya
yang total, beliau masih saja ditolak.
Seketika hujan turun
membasahi kumisnya hingga makin tumbuh subur. Deras menggila mendatangkan
banjir bandang. Ia menerjang keras tubuh lelaki tambun semampai yang hanya
terbalutkan kulit itu. Arus deras membawa si Bapak Dub sang Ikon Jomblo Internasional ini berwisata ke seluruh
saluran air di kota Bangkalan.
Kemudian beberapa hari
setelahnya, mayat Bapak Dub ditemukan di dalam trotoar dekat Stadion Gelora
Bangkalan dengan tali kutang yang tersangkut di kumisnya. Pada hari itu Bapak
Dub dinyatakan gugur dengan membawa
semangat menolak kejombloannya.
Afif Zamroni HR