Kesunyian
selalu menemukan bayanganmu disana. Mengoyak diri yang telah lelah. Setidaknya
bayanganmu masih mau datang disaat-saat sepiku, meski ragamu tidak. Hujan
pertama di bulan November menjadi kabar gembira bagi seorang pecinta sepertiku.
Mendengar rintiknya dan mencium bau
tanah basah seakan menemaniku mengeluarkan semua ceritaku tentangmu dengan
segala kesedihanku.
Kekasih,
aku baru saja patah hati. Patah hati kepadamu. Aku marah dengan semua cintaku
untukmu, dengan kebodohanku, dengan prasangkaku, dan dengan diriku. Hati ini
berdarah-darah. Masih kuingat betul apa yang tertulis di percakapan kita pada
Oktober lalu. Semua penyesalanmu, rindumu, dan kata-kata manis itu walau
sekarang tak lebih dari kebohongan.
Tak
ada yang lebih menyedihkan daripada kenyataan bahwa akulah satu-satunya yang
selalu menatap padamu tanpa pernah berpaling, dan kau hanya tegak
membelakangiku tanpa pernah menoleh padaku. Betapa tololnya aku yang tidak
menyadari bahwa kau tengah melihat pada wanita lain didepanmu. Tak bisa
dibandingkan memang dua tahun perjuangan perasaanmu dengan satu tahun
perasaanku. Aku meminta maaf. Aku tak mengetahui hal itu.
Aku
adalah satu-satunya pihak yang salah, kamu tidak salah, kenapa? Karena aku yang
mencintamu. Tuhan sedang menghukumku karena aku berharap lebih padamu, karena
menginginkan dirimu. Namun, aku juga yakin Tuhan sedang membagi apa yang
kurasakan denganmu, bagaimana rasa lelah saat menanti seseorang, dan merasakan
sesaknya mencintai tanpa ada balasannya.
Aku
tidak sedang mencoba menaruh dendam padamu. Aku tak punya hak apapun atas
rasamu, baik dulu ataupun sekarang. Terimakasih telah menunjukkan perasaanmu
yang sebenarnya padanya, sehingga aku tahu kapan harus menyerah pada cintaku.
Aku
tak ingin berusaha melupakanmu, aku hanya memohon agar tak mengingatmu. Meski
terlalu banyak hal yang membawaku padamu. Mulai dari ingatanku, fotomu yang
masih kusimpan, sampai coretan namamu pada catatan-catatanku. Mulai saat ini,
wanita ini akan berusaha menyadarkan dirinya, bahwa kau masihlah langit yang
tak pantas diharapkannya. Meskipun begitu, aku tetaplah menajdi orang yang
mencitaimu dengan bodohnya. Karena pada kenyataannya kau tak pernah
kehilanganku, namun aku yang selalu kehilanganmu.
Wanita
ini akan berharap agar kau mendapatkan kebahagiaanmu untuk terakhir kalinya.
Selamat, karena kau telah menemukan mesin penenun
hujanmu. Aku hanya ingin kau merasakan butir-butir air yang menyejukkan
dari hujan itu, lalu biarkan aku yang merasakan badainya untukmu. Aku akan
berhenti menyebutmu dalam doa-doaku. Aku akan benar-benar berhenti.
Hujan
datang sebagai pengingatku membawa payungku, bukan membawa bayanganmu. Waktunya
merayakan kehilanganmu, cintaku, yang bahkan tak pernah menoleh padaku.
Arik
Sedang sedih-sedihnya