Cinta Tak Pernah Butuh Dusta | Silmi Novita Nurman





Aku tidak dapat memesan pagi. Kamu juga tidak bisa memesan malam. Begitupun dengan cinta, ia tidak bisa dipesan. Datang dengan sendirinya dan pergi sesukanya.

Katamu, aku terlalu baik untukmu jadi aku tidak pantas untukmu sehingga kau memutuskanku secara sepihak. Sungguh alasan yang tidak masuk di akal sehatku. Betapa bodohnya perkataanmu itu. Jika aku terlalu baik untukmu, seharusnya kamu mempertahankan aku karena tidak mudah mencari orang baik apalagi orang jujur seperti aku. Alasanmu terlalu klasik. Tapi yang klasik itu memang unik. Unik untuk ditertawakan. Menertawakanmu yang tidak lagi memilihku. Menertawakan kamu yang memutuskanku. Memutuskan hubungan kita yang sudah berjalan hampir dua tahun ini.

Aku telah memperjuangkanmu. Tapi di sana, kamu juga memperjuangkan cintamu dengan yang lain. Saat berangkat dan pulang kerja, aku selalu mengantar dan menjemputmu. Namun di tempat kerja, kamu mengantar dirimu untuk dicintai orang lain selain aku. Betapa jahatnya kamu.

Aku tak butuh pengakuan. Aku hanya butuh kejujuran. Aku orang yang jujur oleh karena itu kamu begitu mudahnya membohongiku. Untungnya, waktu bisa berbicara sendiri tanpa kupancing untuk bicara. Bagaimana tidak,  kamu dengan bodohmu lupa menutup emailmu yang kamu buka di leptopku waktu itu. Dengan sendirinya, waktu berbicara padaku. Diperlihatkannya emailmu yang berisi foto-foto mesramu dengannya. Kutelan air ludahku sambil cecegukan. Foto-fotomu telah membakar emosiku membuat jiwaku langsung bergejolak.

Ternyata, aku telah salah menilaimu. Kamu tak bisa menerjemahkan sayangku. Kamu juga tidak bisa mengartikan cintaku. Sungguh lemahnya nalarmu. Kamu tidak bisa menangkap sinyal tulus yang kuberikan. Cintaku padamu seperti ban serep. Kamu menggunakannya hanya ketika kamu membutuhkan. Lebih tepatnya, bukan sebenar-benar cinta. Buktinya, saat aku dan kamu menjalin cinta, kamu juga punya cinta yang lain.

Nasi telah menjadi bubur. Kepercayaan yang kuberikan padamu telah hancur lebur. Aku telah berhasil menilaimu sebagai orang yang tidak jujur. Kamu memohon-mohon untuk dimaafkan atas segala salahmu. Dengan lapang dada, aku memaafkanmu tapi tidak melupakan kesalahanmu.

Cinta bukan untuk dipermainkan karena memang dia bukan mainan. Cinta bukan dagangan yang dengan mudah kau perjual belikan. Cinta juga tidak berbicara untung rugi yang apabila kamu merasa rugi maka kamu akan mencari cinta lain yang dapat membuatmu untung. Jika seperti ini konsep cinta yang kamu punya, sungguh usia cintamu masih belia sebab belum bisa memikul tanggung jawab cinta yang telah dilimpahkan padamu.

Aku tidak mau mengatakan diriku bodoh atas keteledoran yang telah kamu lakukan terhadapku. Yang bodoh itu adalah kamu, lebih tepatnya cintamu. Kamu memang tidak layak untuk dipertahankan karena kata layak hanya berlaku bagi mereka yang sama-sama berjuang untuk mempertahankan cintanya, bukan berat sebelah.

Dari awal, aku sudah cerita kepadamu tentang kisah cintaku yang sebelumnya. Sekarang kejadian itu kembali terulang. Seperti pinang dibelah dua, kisah cintaku masih saja sama. Awalnya aku sangat berharap agar aroma pahit ini tidak kuhirup. Angin berhembus kencang, baunya terlempar ke hidungku. Untuk kesekian kalinya, kutelan juga kenyataan pahit ini. Syukurku adalah ternyata kamu bukan orang yang baik atau kamu bukan orang yang tepat untuk orang baik seperti aku. Seperti katamu, bahwa aku terlalu baik untukmu.

"aku minta maaf." sambil menangis, kamu meminta maafku. Maafku telah kuberikan semuanya padamu. Sebelum maaafmu kau minta padaku, minta maaflah pada dirimu terlebih dahulu. Sekarang, cintamu begitu pahit untuk kutelan. Perutku mual. Cintamu tak lagi dapat kuterima. Jika tetap kupaksakan juga memakannya, maka aku akan muntah, sia-sia. Aku telah berhasil menyimpulkan dirimu. Cukup sudah kau menyakitiku. Jangan dibagi lagi! Sakitmu milikmu. Bahagiamu milikmu. Aku juga sakit. Aku punya cara sendiri untuk membahagiakan diriku. Yang jelas, bahagiaku tidak lagi bahagiamu. Bahagiaku bukanlah bersamamu.

Kamu boleh kapan saja menghubungiku asal kamu sudah minta maaf pada dirimu, mengakui segala salahmu dan berjanji tidak akan mengulangi kali kedua kesalahan yang sama pada orang selain aku. Satu catatan untukmu, aku tidak akan pernah menghubungimu lagi. Begini caraku untuk membayar rasa kecewaku terhadapmu. Bye...
Silmi Novita Nurman
Selalu berharap cinta yang menikahi kejujuran
Designed by Yanalya / Freepik

0 Comments
Komentar

0 komentar:

Post a Comment