“Kematian ditolak satu orang adalah tragedi, kematian diabaikan jutaan orang adalah statistik.” (Joseph Stalin)
Akhirnya, laki-laki itu diabaikan oleh
perempuan lagi. Seorang laki-laki yang berparas lumayan, berkantong
tebal dan tunggangan yang tak kalah nyaman. Ia sebenarnya benar-benar lega,
karena si perempuan akhirnya menentukan sikapnya, yaitu menjadikan si laki-laki
menjadi puing-puing debu tak berharapan.
Putusan si perempuan itu sebenarnya sudah
tertunda beberapa kali. Benar saja, pada eksekusi-eksekusi gagal sebelumnya, si
perempuan sedang mencari seribu peyakinan. Ya, seribu, bukan hanya satu atau
dua. Kebanyakan orang menganggap seribu peyakinan itu cukup apabila hanya dengan bilang “i love u” tapi si
perempuan merasa itu tidak cukup. Karena dibalik kata “i love u” di pikiran si
perempuan tak jauh-jauh dari eksploitasi selangkangan dan pelukan-pelukan
hambar di keramaian.
Di sisi yang lain, si perempuan juga
tak tega menyakiti hati si laki-laki. Ia merasa terlalu jahat melakukan itu.
Melihat si laki-laki sudah kepalang habis-habisan untuk membuatnya jatuh cinta.
Meskipun itu gagal, ya gagal begitu saja. Tanpa penjelasan lebih lanjut.
Bukankah terlalu rumit menjelaskan hal demikian. Ah, cinta perempuan dan selangkangan memang
selalu terlalu rumit.
Namun di luar dugaan, si laki-laki ternyata sudah mempersiapkan hal itu. Ia sudah siap
untuk diabaikan, ditolak dan sekalipun diharapkan. Jika dilihat-lihat dari
gelagatnya, tak ada kesedihan menahun yang tersirat di raut wajah laki-laki
ketika perempuan menjatuhkan penolakannya. Dan di akhir drama penolakan yang
sudah dipersiapkan si perempuan sehati-hati mungkin itu, ia
mengatur kata-katanya
agar tidak terlalu menyakiti. Namun itu semua tidak
berguna bagi si laki-laki. Karena pada akhir dari drama yang dibuat si
perempuan itu adalah si laki-laki ketawa terkekeh-terkekeh dengan sesekali mengusap air yang keluar
dari sudut matanya yang gelap. Bukan, itu bukan air mata, itu hanya radiasi
dari seringnya bermain ponsel. Begitu dalihnya.
Laki-laki itu masih terbahak-bahak sembari
berteriak berkali-kali “aku ditolak meneh..!!!” ketika si perempuan
beranjak pergi. Dan itu justru mengganggu pikiran si perempuan. Ya, ada pikiran
yang mengganggu dengan prilaku si laki-laki itu.
***
Bagi para penganut eksistensialisme yang
digawangi orang-orang macam Heidegger dan Sartre, kematian ditolak dan diabaikan
bukanlah proses “meniada”, justru malahan kematian, dalam konteks ini adalah
ditolak, adalah titik di mana proses “mengada” itu menjadi utuh dan sempurna.
Bagi kebanyakan orang, ditolak adalah sebuah akhir dari hidup. Namun dalam
kasus si laki-laki, itu justru menjadi awal pijakan eksistensi hidup tersendiri
menjadi utuh. Mungkin dengan mendekati perempuan dan ditolak lagi.
Hal ini menjadi ramai diperbincangkan oleh
sejawat si laki-laki dan perempuan. Ini memang bukan pertama kali dalam sejarah
hidup manusia ada perempuan menolak laki-laki. Namun karena si laki-laki
melakukan hal yang tidak lazim dan paradoks. -si laki-laki menginginkan dirinya
ditolak-. Lalu pertanyaan-pertanyaan selanjutnya menyebar secepat virus. Kenapa
si laki-laki tidak takut ditolak? Bukankah semua orang takut ditolak?
****
Ditolak, diabaikan dan ditiadakan tidak dibalas pesan serta enggan diajak jalan adalah titik di mana setiap denyut kehidupan secara naluri selalu
berusaha untuk menghindarinya. Mungkin bukan atas “penolakan” itu sendiri yang
ingin dihindari, tapi lebih kepada apa yang akan dialami ketika proses itu
berakhir.
Bagi Jomblo Syar'i, penolakan bukan pengalaman empiris yang dengan mudah bisa diceritakan. Karena
kesakitan adalah kengerian masing-masing.
Menurut Rudolf Otto dalam Idea of the
Holy, bahwa manusia juga akan mengalami pengalaman tentang realitas
transenden yang mencekam sebagai mysterium terribile et fascinans. Yaitu
pengalaman yang sunggung berbeda dengan kenormalan yang ada, sehingga tentu
saja manusia yang mati ditolak akan mengalami
keterkejutan, sebab peristiwa yang muncul ini penolakan bertubi-tubi tidak
mempunyai tempat bagi realitas manusia untuk memahaminya semasa hidup pedekate.
Maka dari analysis tidak penting ini, wajar
saja bahwa paria-paria kesedihan merayakan “penolakan”nya dengan berbagai macam
cara. Mungkin ada yang menenggak racun tikus, berdiam diri mengurung di kamar
atau melakukan hal-hal yang belum pernah ada dalam sejarah penolakan di dunia.
Atau justru ada yang keranjingan ingin menaklukkan sana-sini meskipun hasilnya
sama; ditolak.
Wallahu a'lam bis shawab.
Shidqi Ni'am
Pelaku paria sering ditolak .
17 September 2015
Jangan kuatir teman. Jomblo tidak buruk jika punya Kebiasaan positif
ReplyDeleteTerimaksih
7 kebiasaan positive yg warbyasah kak :D
Delete